Mandiri
Di atas Awan
Pada
salah satu sudut kota metropolitan hidup sebuah keluarga yang kaya. Keluarga
tersebut memiliki anak gadis yang cantik jelita, karena dari kalangan keluarga
menengah ke atas ia dapat membeli apa pun yang ia mau. Bahkan orang tuanya
selalu menuruti kemamuan anaknya itu sehingga ia menjadi seorang gadis yang
manja dan sebut saja namanya Nayla. Ia duduk di bangku kelas 2 SMA. Sifatya
yang sombong dan suka memandang rendah orang lain sehingga banyak
teman-temannya yang segan bergaul dengannya. Apalagi ia hanya ingin berteman
dengan orang-orang yang sepadan dengannya.
Suatu
hari ketika ia sedang berada di sekolah dan berjalan menuju kantin sekolah
bersama teman-temannya, di sepanjang jalan Nayla dilirik oleh semua orang karena
kecantikannya. “Nayla cantik banget yah?”, kata salah satu siswa. “Iya, tapi
sayang,,,orangnya sombong”, jawab siswa lainnya.
Sesampainya
di kantin ia memesan makanan favoritnya bersama temannya. “Mbak, aku mau ini,
ini, dan ini,,,terus minumnya yang biasa yah!”, kata Nayla sambil menunjuk menu
makanan. “Kita juga yah mbak”, kata teman Nayla yakni Angel dan Keisa.“Kali ini
gue yang traktir”, kata Nayla dengan sombongnya. “Siipplah”, jawab teman Nayla.
Tak
lama kemudian, makanan pesanannya datang. “Lambat banget sih mbak, nggak tau
apa kalau kita udah laper”, kata Nayla dengan nada yang tidak santun. “Maaf
neng!”, ucap penjual tersebut sambil menaruh makanan di atas meja.
Tiba-tiba
muncul seorang siswa perempuan yang tak sengaja menyenggol makanan Nayla dan
tumpah di pakaian Nayla. “Haaaa, apa-apaan sih loh..loh sengaja yah nyenggol
mbak ini biar loh tumpahin di baju gue”, teriak Nayla. “Iya maaf aku nggak
sengaja”, ucap pemohonan maaf gadis itu.
“Nggak sengaja,,,nggak sengaja,,,emang
loh bisa gantiin baju gue,,,mahal tahu!”, bentaknya dengan sombong.
“Kan tadi gue udah minta maaf, kamu tuh
yah, cantik-cantik kok sombong”, ucap gadis itu.
“Dasar gadis aneh, songong lagi!”, ucap
Nayla sambil menyiram minuman di baju gadis itu.
Teman-teman Nayla hanya terdiam melihat
perdebatan mereka berdua.
Setelah
beberapa hari dari kejadian tersebut, Nayla mengajak Angel dan Keisa untuk
berwisata pada salah satu tempat wisata di kotanya yang cukup terkenal.
“Liburan yuk!,,besok kan kita libur”,
ajak Nayla.
“Emang di mana?”, tanya Keisa.
“Yah kita lihat aja nanti, pasti kalian
suka”, timpal Nayla.
“Okelah...!, jawab Angel.
Keesokan
harinya, Nayla menjemput Angel dan Keisa yang sudah berada di rumah Angel. “Permisi...”, ucap Nayla sambil mengetuk
pintu rumah Angel. Setelah itu, Angel dan Keisa keluar dengan membawa sebuah
ransel masing-masing yang berisi perlengkapannya. “Gimana udah siap
berangkat?”, tanya Nayla. “Siaplah..”, ucap Angel. “Buruan kita berangkat nih,
penasaran dengan tempat wisatanya”, ajak Keisa dengan nada penasaran. Mereka
pun mengendarai mobil Nayla menuju tempat wisata tersebut.
Beberapa jam kemudian tak terasa bagi
mereka telah sampai pada tempat tujuannya. “Akhirnya sampai juga” ujar Nayla
sambil melemaskan tangannya yang lelah menyetir.
:Di tengah hutan ini, Nay?” tanya Angel.
“Masa sih kita liburan di sini?” tambah
Keisa.
Nayla hanya menggeleng-gelengkan
kepalanya.”Angel, Kei, kalian pikir dong,,ngapain coba gue bawa kalian ke sini
kalau cuma untuk ngelihat hutan ini!” ucap Nayla sambil menaikkan alisnya
sebelah.
“Terus?” ujar Keisa.
“Tempat yang gue maksud itu ada di
sana”, jawab Nayla sambil menunjuk ke arah atas bukit di depannya.
“Jadi, kita harus daki bukit itu?” ujar
Angel.
“Yaa!” jawab Nayla.
Mereka
pun mendaki bukit itu dengan bersusah payah yang ketinggiannya kira-kira ± 2,5
km di atas permukaan laut untuk sampai di puncak bukitnya. Meski kondisi
bukitnya yang licin sehingga beberapa kali mereka tergelincir. Namun hal
tersebut tidak membuat mereka berputus asa.
Setelah
berusaha keras mereka pun sampai di atas bukit tersebut. “Wow!”, teriak Angel.
“Sumpah keren banget Nay”, seru Keisa.
“Tidak sia-sia perjuangan kita hari
ini”, ujar Nayla.
“Bener banget”, timpal Angel.
“Kalau suasananya kayak gini sebulan
tinggal di sini juga gue nggak akan bosen”, sahut Keisa.
Mereka pun menikmati keindahan alam yang
terbentang luas di depan mata mereka. Hutan yang lebat nan hijau, sahut-sahutan
binatang yang hidup di hutan, gunung-gunung yang saling bergandengan dan
dibaluti awan putih, laut yang membentang luas, air sungai mengalir deras, air
terjun yang melompat bebas dari ketinggian, serta perkebunan teh yang
mengelilingi perbukitan yang membuat mata mereka kenyang menikmati panorama
alam di salah satu sisi nusantara Indonesia yang elok. Hal-hal itu lah yang
membuat mereka larut sehingga lupa waktu. Bahkan mereka menyempatkan diri
melihat sunset di atas bukit.
“Astaga,
hari sudah petang,,perjalanan masih jauh dan seharusnya kita pulang sekarang”,
ujar Keisa.
“OMG!! pasti mama papa gue marah kalau
kita pulang larut malam” tambah Nayla.
“Kalau gitu ayo kita pulang!” ajak
Angel. Mereka pun segera turun dari bukit.
Setelah sampai di bawah mereka segera
pulang. Karena terburu-buru, Nayla sempat menambrak pohon, untung saja tidak
ada yang terluka. Hanya mobil saja mobil yang mereka kendarai mogok di tengah
jalan. “Loh, kenapa nih mobil?” ujar Nayla pada saat mobilnya tiba-tiba
berhenti.
“Jangan-jangan mogok karena kecelakaan
tadi?” tambah Angel. Mereka pun turun untuk memeriksanya. Dan untung saja,
Keisa mengerti dan tahu tentang cara memperbaiki mobil. Setelah itu mereka
kembali ke mobil. “Nay, jalannya pelan-pelan aja yah!”, saran Keisa
“Baiklah!” jawab Nayla.
Setelah beberapa jam, mereka sampai di
rumah Angel dan Keisa.
“Nay, makasih yah untuk hari ini”, ucap
Angel.
“Iya, sama-sama” kata Nayla.
“Ya, udah sana pulang, udah ditungguin
tum ama orang tua” ucap Keisa.
“Ok, kalau gitu aku pulang ya”, ucap
Nayla sambil membuka pintu mobilnya.
“Hati-hati di jalan!”. ujar mereka
berdua.
Nayla
pun menuju rumahnya dengan perasaan was-was. Dan sesampainya dirumah....
“Ting, Tong”, Nayla memencet bel
rumahnya. Papanya pun membuka pintu dengan wajah yang marah.
“Kamu tau sekarang udah jam berapa?”,
kata papa Nayla sambil menunjuk jam yang ada di tangannya.
“Maaf, pa,,tadi mogok di jalan dan
kecelakaan juga pa”, kata Nayla.
“Apa?,kamu sudah keterlaluan yah,,karena
pergaulanmu yang bebas ini membuat kamu lupa diri, lupa waktu Nay! Besok Papa
akan ngurus surat pindah sekolahmu, mungkin ini hukuman yang akan membuatmu
jera”, ucap papa Nayla.
“Tapi, pa...”, ucap Nayla yang ucapannya
dipotong oleh papanya.
“Nggak ada tapi-tapian, dan satu lagi
semua fasilitas papa sita”, tambah papa Nayla, dan meninggalkan Nayla.
Keesokan
harinya, papanya pun pergi ke sekolah untuk mengurus kepindahan Nayla, sehingga
mau nggak mau Nayla harus menerima keputusan papanya. Setelah kepindahannya
selesai, papa Nayla mengantar Nayla ke sekolah barunya yang berada di pelosok
desa yang jauh dari kota.
“Loh, sekolahnya mana pa?”, tanya Nayla.
“Sekolahnya ada di atas sana”, jawab
papanya sambil menunjuk salah satu puncak gunung.
Tiba-tiba ada sekelompok anak remaja
yang membawa tas.
“Maaf nak, bapak numpang tanya, apa
kalian siswa di sekolah puncak gunung itu”, tanya papa Nayla.
“Betul, Om,, ini kami baru akan naik ke
sana” jawab salah satu anak.
“Oh, kebetulan sekali,perkenalkan ini
teman baru kalian, namanya Nayla”, ucap papa Nayla sambil memegang pundak
Nayla.
“Salam kenal!”, ucap anak-anak itu.
“Nay, lebih baik, kamu ikut dengan
teman-temanmu”, pinta papa Nayla.
“Sampai kapan pa, aku harus bersekolah
di sana?”, tanya Nayla.
“Sampai kamu berubah”, jawab papanya.
Nayla
pun ikut dengan anak-anak remaja itu. Dalam perjalanan, ia sesekali meneteskan
air mata, entah ia lelah, menyesal, ataupun rindu dengan lantai-lantai licin,
bukan tanah becek. Namun semua teman-teman barunya memberikan semangat.
Akhirnya
sampailah mereka di puncak gunung. Nayla hanya melihat petak-petak rumah kayu,
dan sekolah kayu yang berlubang dan tidak layak untuk di tempati. Namun satu
hal yang membuat ia sadar bahwa hidup itu harus banyak bersyukur. Meskipun
keadaan tempat tinggal dan sekolah yang tidak layak, ia tetap melihat senyum
lebar pada teman-teman barunya.
Sudah
tiga bulan lamaya, Nayla bersekolah di atas awan, sebutan sekolah yang letaknya
di puncak gunung dan tinggal di rumah
karyawan papanya. Ia pun sadar bahwa kini ia sendiri, tidak ada lagi Bi Ina
pembantu di rumahnya yang selalu menyiapkan seragam sekolah, tidak ada lagi
yang menyiapkan sarapan, tidak ada lagi nyuciin baju, tidak ada lagi yang
bersihkan kamar tidurnya, tidak ada lagi tempat-tempat perbelanjaan. Kini,
segala kebutuhan sehari-hari ia harus cari di dalam hutan bersama
teman-temannya. Pengalaman berharga bagi Nayla dalam hidupnya. Sementara itu,
mama dan papanya sudah sangat rindu kepada putri tercintanya. Setelah ujian
semester, mereka pun memutuskan agar Nayla kembali bersekolah di sekolahnya
semula.
Meskipun
Nayla sudah sangat dekat dengan teman-teman barunya, sudah tahu banyak tentang
sekolah itu dan kehidupan warga sekitarnya, namun ia harus berpisah dengan
mereka. Ia hanya meninggalkan kenangan dan mendapatkan pengalaman hidup di atas
awan bersama teman-temannya, membuang sifat malasnya, sifat sombongnya, dan
membawa pulang kemandirian yang didapatkan bersama teman-temannya di sekolah
awan itu.
Kini
tidak ada lagi Nayla pemalas yang manja, yang ada Nayla yang mandiri. Perubahan
pada dirinya ini membuat keluarga, para sahabat, dan teman-teman sekolahnya
takjub.
Tags
Inspirasi