Minggu, 05 Februari 2017

Cerpen Sederhana

Mandiri Di atas Awan

            Pada salah satu sudut kota metropolitan hidup sebuah keluarga yang kaya. Keluarga tersebut memiliki anak gadis yang cantik jelita, karena dari kalangan keluarga menengah ke atas ia dapat membeli apa pun yang ia mau. Bahkan orang tuanya selalu menuruti kemamuan anaknya itu sehingga ia menjadi seorang gadis yang manja dan sebut saja namanya Nayla. Ia duduk di bangku kelas 2 SMA. Sifatya yang sombong dan suka memandang rendah orang lain sehingga banyak teman-temannya yang segan bergaul dengannya. Apalagi ia hanya ingin berteman dengan orang-orang yang sepadan dengannya.
            Suatu hari ketika ia sedang berada di sekolah dan berjalan menuju kantin sekolah bersama teman-temannya, di sepanjang jalan Nayla dilirik oleh semua orang karena kecantikannya. “Nayla cantik banget yah?”, kata salah satu siswa. “Iya, tapi sayang,,,orangnya sombong”, jawab siswa lainnya.
            Sesampainya di kantin ia memesan makanan favoritnya bersama temannya. “Mbak, aku mau ini, ini, dan ini,,,terus minumnya yang biasa yah!”, kata Nayla sambil menunjuk menu makanan. “Kita juga yah mbak”, kata teman Nayla yakni Angel dan Keisa.“Kali ini gue yang traktir”, kata Nayla dengan sombongnya. “Siipplah”, jawab teman Nayla.
            Tak lama kemudian, makanan pesanannya datang. “Lambat banget sih mbak, nggak tau apa kalau kita udah laper”, kata Nayla dengan nada yang tidak santun. “Maaf neng!”, ucap penjual tersebut sambil menaruh makanan di atas meja.
            Tiba-tiba muncul seorang siswa perempuan yang tak sengaja menyenggol makanan Nayla dan tumpah di pakaian Nayla. “Haaaa, apa-apaan sih loh..loh sengaja yah nyenggol mbak ini biar loh tumpahin di baju gue”, teriak Nayla. “Iya maaf aku nggak sengaja”, ucap pemohonan maaf gadis itu.
“Nggak sengaja,,,nggak sengaja,,,emang loh bisa gantiin baju gue,,,mahal tahu!”, bentaknya dengan sombong.
“Kan tadi gue udah minta maaf, kamu tuh yah, cantik-cantik kok sombong”, ucap gadis itu.
“Dasar gadis aneh, songong lagi!”, ucap Nayla sambil menyiram minuman di baju gadis itu.
Teman-teman Nayla hanya terdiam melihat perdebatan mereka berdua.
            Setelah beberapa hari dari kejadian tersebut, Nayla mengajak Angel dan Keisa untuk berwisata pada salah satu tempat wisata di kotanya yang cukup terkenal.
“Liburan yuk!,,besok kan kita libur”, ajak Nayla.
“Emang di mana?”, tanya Keisa.
“Yah kita lihat aja nanti, pasti kalian suka”, timpal Nayla.
“Okelah...!, jawab Angel.
          Keesokan harinya, Nayla menjemput Angel dan Keisa yang sudah berada di rumah Angel.  “Permisi...”, ucap Nayla sambil mengetuk pintu rumah Angel. Setelah itu, Angel dan Keisa keluar dengan membawa sebuah ransel masing-masing yang berisi perlengkapannya. “Gimana udah siap berangkat?”, tanya Nayla. “Siaplah..”, ucap Angel. “Buruan kita berangkat nih, penasaran dengan tempat wisatanya”, ajak Keisa dengan nada penasaran. Mereka pun mengendarai mobil Nayla menuju tempat wisata tersebut.
Beberapa jam kemudian tak terasa bagi mereka telah sampai pada tempat tujuannya. “Akhirnya sampai juga” ujar Nayla sambil melemaskan tangannya yang lelah menyetir.
:Di tengah hutan ini, Nay?” tanya Angel.
“Masa sih kita liburan di sini?” tambah Keisa.
Nayla hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.”Angel, Kei, kalian pikir dong,,ngapain coba gue bawa kalian ke sini kalau cuma untuk ngelihat hutan ini!” ucap Nayla sambil menaikkan alisnya sebelah.
“Terus?” ujar Keisa.
“Tempat yang gue maksud itu ada di sana”, jawab Nayla sambil menunjuk ke arah atas bukit di depannya.
“Jadi, kita harus daki bukit itu?” ujar Angel.
“Yaa!” jawab Nayla.
            Mereka pun mendaki bukit itu dengan bersusah payah yang ketinggiannya kira-kira ± 2,5 km di atas permukaan laut untuk sampai di puncak bukitnya. Meski kondisi bukitnya yang licin sehingga beberapa kali mereka tergelincir. Namun hal tersebut tidak membuat mereka berputus asa.
        Setelah berusaha keras mereka pun sampai di atas bukit tersebut. “Wow!”, teriak Angel.
“Sumpah keren banget Nay”, seru Keisa.
“Tidak sia-sia perjuangan kita hari ini”, ujar Nayla.
“Bener banget”, timpal Angel.
“Kalau suasananya kayak gini sebulan tinggal di sini juga gue nggak akan bosen”, sahut Keisa.
Mereka pun menikmati keindahan alam yang terbentang luas di depan mata mereka. Hutan yang lebat nan hijau, sahut-sahutan binatang yang hidup di hutan, gunung-gunung yang saling bergandengan dan dibaluti awan putih, laut yang membentang luas, air sungai mengalir deras, air terjun yang melompat bebas dari ketinggian, serta perkebunan teh yang mengelilingi perbukitan yang membuat mata mereka kenyang menikmati panorama alam di salah satu sisi nusantara Indonesia yang elok. Hal-hal itu lah yang membuat mereka larut sehingga lupa waktu. Bahkan mereka menyempatkan diri melihat sunset di atas bukit.

      “Astaga, hari sudah petang,,perjalanan masih jauh dan seharusnya kita pulang sekarang”, ujar Keisa.
“OMG!! pasti mama papa gue marah kalau kita pulang larut malam” tambah Nayla.
“Kalau gitu ayo kita pulang!” ajak Angel. Mereka pun segera turun dari bukit.
Setelah sampai di bawah mereka segera pulang. Karena terburu-buru, Nayla sempat menambrak pohon, untung saja tidak ada yang terluka. Hanya mobil saja mobil yang mereka kendarai mogok di tengah jalan. “Loh, kenapa nih mobil?” ujar Nayla pada saat mobilnya tiba-tiba berhenti.
“Jangan-jangan mogok karena kecelakaan tadi?” tambah Angel. Mereka pun turun untuk memeriksanya. Dan untung saja, Keisa mengerti dan tahu tentang cara memperbaiki mobil. Setelah itu mereka kembali ke mobil. “Nay, jalannya pelan-pelan aja yah!”, saran Keisa
“Baiklah!” jawab Nayla.
Setelah beberapa jam, mereka sampai di rumah Angel dan Keisa.
“Nay, makasih yah untuk hari ini”, ucap Angel.
“Iya, sama-sama” kata Nayla.
“Ya, udah sana pulang, udah ditungguin tum ama orang tua” ucap Keisa.
“Ok, kalau gitu aku pulang ya”, ucap Nayla sambil membuka pintu mobilnya.
“Hati-hati di jalan!”. ujar mereka berdua.
            Nayla pun menuju rumahnya dengan perasaan was-was. Dan sesampainya dirumah....
“Ting, Tong”, Nayla memencet bel rumahnya. Papanya pun membuka pintu dengan wajah yang marah.
“Kamu tau sekarang udah jam berapa?”, kata papa Nayla sambil menunjuk jam yang ada di tangannya.
“Maaf, pa,,tadi mogok di jalan dan kecelakaan juga pa”, kata Nayla.
“Apa?,kamu sudah keterlaluan yah,,karena pergaulanmu yang bebas ini membuat kamu lupa diri, lupa waktu Nay! Besok Papa akan ngurus surat pindah sekolahmu, mungkin ini hukuman yang akan membuatmu jera”, ucap papa Nayla.
“Tapi, pa...”, ucap Nayla yang ucapannya dipotong oleh papanya.
“Nggak ada tapi-tapian, dan satu lagi semua fasilitas papa sita”, tambah papa Nayla, dan meninggalkan Nayla.
            Keesokan harinya, papanya pun pergi ke sekolah untuk mengurus kepindahan Nayla, sehingga mau nggak mau Nayla harus menerima keputusan papanya. Setelah kepindahannya selesai, papa Nayla mengantar Nayla ke sekolah barunya yang berada di pelosok desa yang jauh dari kota.
“Loh, sekolahnya mana pa?”, tanya Nayla.
“Sekolahnya ada di atas sana”, jawab papanya sambil menunjuk salah satu puncak gunung.
Tiba-tiba ada sekelompok anak remaja yang membawa tas.
“Maaf nak, bapak numpang tanya, apa kalian siswa di sekolah puncak gunung itu”, tanya papa Nayla.
“Betul, Om,, ini kami baru akan naik ke sana” jawab salah satu anak.
“Oh, kebetulan sekali,perkenalkan ini teman baru kalian, namanya Nayla”, ucap papa Nayla sambil memegang pundak Nayla.
“Salam kenal!”, ucap anak-anak itu.
“Nay, lebih baik, kamu ikut dengan teman-temanmu”, pinta papa Nayla.
“Sampai kapan pa, aku harus bersekolah di sana?”, tanya Nayla.
“Sampai kamu berubah”, jawab papanya.
         Nayla pun ikut dengan anak-anak remaja itu. Dalam perjalanan, ia sesekali meneteskan air mata, entah ia lelah, menyesal, ataupun rindu dengan lantai-lantai licin, bukan tanah becek. Namun semua teman-teman barunya memberikan semangat.
            Akhirnya sampailah mereka di puncak gunung. Nayla hanya melihat petak-petak rumah kayu, dan sekolah kayu yang berlubang dan tidak layak untuk di tempati. Namun satu hal yang membuat ia sadar bahwa hidup itu harus banyak bersyukur. Meskipun keadaan tempat tinggal dan sekolah yang tidak layak, ia tetap melihat senyum lebar pada teman-teman barunya.
            Sudah tiga bulan lamaya, Nayla bersekolah di atas awan, sebutan sekolah yang letaknya di puncak gunung dan tinggal di  rumah karyawan papanya. Ia pun sadar bahwa kini ia sendiri, tidak ada lagi Bi Ina pembantu di rumahnya yang selalu menyiapkan seragam sekolah, tidak ada lagi yang menyiapkan sarapan, tidak ada lagi nyuciin baju, tidak ada lagi yang bersihkan kamar tidurnya, tidak ada lagi tempat-tempat perbelanjaan. Kini, segala kebutuhan sehari-hari ia harus cari di dalam hutan bersama teman-temannya. Pengalaman berharga bagi Nayla dalam hidupnya. Sementara itu, mama dan papanya sudah sangat rindu kepada putri tercintanya. Setelah ujian semester, mereka pun memutuskan agar Nayla kembali bersekolah di sekolahnya semula.
            Meskipun Nayla sudah sangat dekat dengan teman-teman barunya, sudah tahu banyak tentang sekolah itu dan kehidupan warga sekitarnya, namun ia harus berpisah dengan mereka. Ia hanya meninggalkan kenangan dan mendapatkan pengalaman hidup di atas awan bersama teman-temannya, membuang sifat malasnya, sifat sombongnya, dan membawa pulang kemandirian yang didapatkan bersama teman-temannya di sekolah awan itu.

            Kini tidak ada lagi Nayla pemalas yang manja, yang ada Nayla yang mandiri. Perubahan pada dirinya ini membuat keluarga, para sahabat, dan teman-teman sekolahnya takjub. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar