Panggilan Jiwa ke Ladang Sawit: Berbagi Cahaya dengan Guru-Guru Pejuang di Tawau

Pernah suatu ketika, saya ditanya usai mengikuti program APEX 2025, “Menurut Anda, kira-kira materi mana dari pelatihan ini yang bisa diterapkan di sekolah Anda?”

Tanpa ragu, jawaban saya waktu itu adalah: Unplugged Coding.


Mengapa? Jawabannya tidak hanya tentang kurikulum, tetapi tentang sebuah panggilan. Panggilan untuk berbagi dengan saudara-saudara seprofesi yang mengabdi dengan cara yang sangat berbeda dari yang saya alami.


Saya mengajar di sebuah Sekolah Indonesia Kota Kinabalu, Malaysia dengan fasilitas yang cukup lengkap. Jaringan internet cukup lancar, rekan guru semua sesuai bidang keahliannya. Setiap hari, saya didukung oleh infrastruktur yang cukup memadai untuk mencetak generasi unggul.


Namun, tidak jauh dari tempat saya berkarya, tepatnya di Sabah, Malaysia, ada sekitar 24.000 anak Indonesia usia sekolah yang mengejar mimpi di tengah ladang sawit. Mereka belajar di Community Learning Centre (CLC), sekolah-sekolah yang didirikan oleh semangat, bukan oleh beton dan fasilitas yang wah.


Tantangan mereka nyata. Mulai dari fasilitas seadanya, akses mobilitas yang terbatas, jumlah guru yang mungkin tak sebanding dengan jumlah murid, hingga jaringan internet yang seringkali tak bersahabat. Tapi, satu hal yang tak terbatas, semangat mereka. Semangat anak-anak untuk belajar dan semangat para guru, para pahlawan tanpa tanda jasa, untuk memberikan yang terbaik meski dengan segala keterbatasan.

Antusias kolaborasi dalam kreativitas
Pertimbangan inilah yang membuat saya bersemangat untuk membagikan materi Unplugged Coding. Materi ini istimewa karena ia tidak membutuhkan komputer, laptop, atau internet. Yang dibutuhkan hanya kreativitas guru dan keceriaan siswa.

Saya lalu mendesain pembelajaran Unplugged Coding yang saya terapkan dalam pelajaran Matematika, khususnya materi koordinat. Saya membaginya menjadi tiga aktivitas seru:

  • Rahasia di Balik Kode Pixel: Siswa mewarnai kotak pada bidang koordinat sesuai kode yang diberikan. Perlahan, sebuah gambar tersembunyi akan muncul. Serunya seperti memecahkan misteri!
  • Detektif Pixel: Kali ini kebalikannya. Gambar pixel sudah ada, dan siswa berperan sebagai detektif yang harus menemukan koordinat dari setiap pixel yang berwarna.
  • Maestro Pixel: Di sinilah puncak kreativitas. Siswa menjadi maestro yang menciptakan karya seni pixel mereka sendiri. Mereka menentukan koordinatnya dan mewujudkannya menjadi bentuk fisik menggunakan bricks atau balok warna-warni.

Melalui aktivitas ini, siswa tidak hanya memahami koordinat, tetapi juga melatih computational thinking, cara berpikir logis, terstruktur, dan kreatif untuk memecahkan masalah yang menjadi inti dari coding, semua tanpa menyalakan komputer sekali pun!


Praktik baik ini ingin saya bagikan. Bukan untuk menggurui, tetapi untuk berkolaborasi. Untuk mengatakan, “Hey, kita sama-sama pejuang pendidikan. Mari kita saling menguatkan.”


Pilihan pun jatuh pada Gugus Kalabakan di Tawau. Perjalanan yang tidak singkat. Saya memilih pesawat untuk efisiensi waktu, karena melalui darat bisa memakan waktu 10 jam. Dari bandara, perjalanan dilanjutkan selama 1,5 jam. Tapi, semua lelah itu langsung terbayar lunas.


Saya disambut dengan hangat dan antusiasme yang membara. Saat sesi berlangsung, cahaya di mata mereka para guru CLC adalah bahasa universal dari semangat yang tak pernah padam. Mereka aktif, penuh ide, dan punya segudang rencana untuk langsung mempraktikkan unplugged coding di kelas mereka. Mereka melihat bahwa tanpa gadget pun, anak-anak bisa belajar coding dengan cara yang menyenangkan.

Keseriusan penuh makna

Yang paling mengharukan, saat panitia menanyakan berapa biaya yang harus mereka bayar untuk sesi saya. Saya hanya bisa tersenyum dan menjawab, “Ini dedikasi saya untuk negeri. Perjuangan kalian yang luar biasa sudah lebih dari cukup sebagai bayaran.”


Perjalanan pulang terasa sangat ringan. Hati ini dipenuhi dengan rasa syukur dan haru. Hanya 7 jam saya di Tawau, tetapi pelajaran yang saya dapat seumur hidup bahwa semangat untuk memberi dan berbagi tak pernah terhalang oleh jarak dan keterbatasan.

Semangat penuh dedikasi menyelesaikan lembar aktivitas

Terima kasih tak terhingga untuk kalian, para guru di CLC Tawau. Kalian adalah garda terdepan, pelukis masa depan anak bangsa di negeri orang. Di tengah ladang sawit, kalian menanam benih ilmu yang suatu hari nanti akan tumbuh menjadi pohon kemajuan yang rindang.


Keterbatasan memang ada, tapi semangat kalian tak terbatas. Dan saya, dari tempat saya berdiri, hanya bisa berbagi secuil ilmu dengan harapan dapat menerangi setitik jalan kalian.

Foto bersama dengan guru-guru CLC Gugus Kalabakan

Karena pada akhirnya, kita sama-sama percaya selama ada kemauan untuk berbagi dan belajar, tak ada kata tidak untuk memberikan yang terbaik bagi anak Indonesia, di mana pun mereka berada.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama